Apakah Materi Menjamin Kita Bisa Menuju Baitullah ?
Umrah adalah ibadah yang tidak mampu dilakukan oleh orang yang tak berada, karena alasan “materi”, jangankan buat umrah, buat makan aja susah. Mulai detik ini berkas-berkas itu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Ditutup rapat-rapat, dalam ruang penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam penjara pengacuhan selamanya. Pengundang ke Baitullah adalah Allah SWT, yang tidak mengundang tamunya berdasar harta. Kok bisa?
1. Ketakwaan sebagai Ukuran
· Orang miskin yang ikhlas bisa lebih dahulu diundang oleh Allah dibanding orang kaya yang lalai.
· Allah lebih melihat ketakwaan, keikhlasan dan niat tulus hamba-Nya.
2. Undangan dari Allah
· Berangkat ke Baitullah adalah panggilan khusus dari Allah, bukan sekedar kemampuan finansial.
· Allah mengundang hamba-hamba-Nya yang dikehendaki tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
3. Contoh Nyata
· Banyak kisah nyata orang miskin yang dapat berangkat ke Baitullah melalui jalan yang tak terduga.
· Keajaiban dan pertolongan Allah sering datang untuk mereka yang berserah diri sepenuhnya.
4. Motivasi untuk Ikhtiar dan Tawakkal
· Orang miskin diajarkan untuk tidak putus asa, karena Allah Maha Kaya dan Maha Kuasa.
· Orang kaya diingatkan untuk tidak bergantung pada kekayaannya, tetapi pada rahmat Allah.
5. Hikmah di Balik Undangan
· Menegaskan bahwa kekayaan duniawi tidak menjamin kedekatan dengan Allah.
· Allah memberi kesempatan kepada kepada siapa saja yang dia kehendaki untuk menjadi tamu istimewa-Nya.
Jadi sebetulnya keberangkatan ke Baitullah , kemampuan materi bukan menjadi jaminan , tetapi dengan keMau an diiringi tekat yang kuat , InsyaAllah akan memudahkan kita untuk menuju tanah suci.
BENARKAH CAHAYA ITU BISA KUTEMUKAN DI KA’BAH?
Bisnis kena tipu, diPHK, ibu meninggal, divonis tumor ganas, suami selingkuh dengan sahabat, adik terlindas truk, bangkrut, dikhianati saudara kandung, atau keguguran.
Serentetan peristiwa yang menyesakkan kehidupan, mencekam, mengerikan tiada lagi cahaya, dunia serasa gelap gulita. Saat jiwa runtuh, amat sangat diperlukan tempat untuk mengadu. Menemukan kembali sejumput cahaya harapan, merasakan kembali sinar mentari yang memberi kehangatan. Namun dimanakah tempatnya?
Ka’bah. Kunjungilah baitullah. Jangan bernegosiasi pada harta yang tak pernah memberi kepuasan. Jangan bertawar kepada jiwa yang tak pernah memberi ketenangan. Mengapa cahaya itu bisa ditemukan ketika berjumpa dengan ka’bah?1. Mendapat Ketenangan Suasana Baitullah memberikan ketenangan yang sulit dijelaskan. Melihat ka’bah, melantunkan do’a dan merasakan kebersamaan dengan jutaan umat Islam dapat membantu mengurangi beban batin.
2. Memperbaharui Iman Setelah melalui peristiwa yang berat, hati sering kali merasa lelah. Di Baitullah, anda memiliki kesempatan untuk memohon kekuatan dan memperbaharui tekad untuk menjalani kehidupan dengan penuh keimanan.
3. Muhasabah Dalam kesakralan Baitullah, anda bisa merenungi perjalanan hidup, memohon ampunan atas dosa-dosa dan memperbaiki hubungan dengan Sang Pencipta.
4. Harapan Baru Berdo’a di Baitullah memberikan harapan dan keyakinan bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang berusaha mendekat.
Perjalanan Hati Sang Penjual Kue
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang ibu bernama Siti. Setiap pagi, ia bangun sebelum fajar menyingsing, menyiapkan adonan kue, dan menjajakan dagangannya di pasar. Pekerjaan itu tak pernah mudah. Siti harus berjuang melawan cuaca panas dan beratnya pekerjaan, namun ia selalu tersenyum, meskipun penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Siti tidak memiliki banyak harta. Rumahnya sederhana, dan ia hanya tinggal bersama anak perempuannya yang masih kecil, Laila. Namun, di dalam hatinya, ada satu impian yang selalu terpendam, yaitu pergi umrah. Ia sering mendengar cerita teman-temannya yang kembali dari tanah suci, wajah mereka berseri-seri, penuh kedamaian. Dalam setiap doa, Siti memohon agar Allah memberinya kesempatan untuk menjejakkan kaki di Makkah.
Bertahun-tahun, Siti menabung sedikit demi sedikit. Dari setiap penjualan kue, ia menyisihkan uang, meskipun terkadang itu hanya beberapa ribu rupiah. “Walaupun sedikit, yang penting ikhlas,” pikirnya. Di tengah kehidupan yang penuh perjuangan, impian itu tetap menjadi api yang menerangi langkahnya.
Suatu hari, setelah beberapa tahun menabung, Siti menerima kabar bahwa ada program umrah yang menawarkan biaya terjangkau. Meskipun masih ragu, ia akhirnya memutuskan untuk mencairkan sebagian tabungannya. Semua uang yang ia kumpulkan dengan penuh kesabaran itu akhirnya cukup untuk membiayai perjalanannya.
Hari yang ditunggu pun tiba. Dengan hati yang penuh haru, Siti berangkat menuju tanah suci, meninggalkan Laila untuk sementara waktu. Ketika akhirnya ia melihat Ka'bah dengan matanya sendiri, air mata mengalir begitu deras. Semua pengorbanan, perjuangan, dan doa selama ini terbayar sudah. Ia merasa sangat dekat dengan Allah, merasa diterima dalam keheningan dan keagungan tempat itu.
Selama di Makkah, Siti merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Meski hidupnya sederhana, ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Keinginan hatinya untuk beribadah lebih dekat dengan Tuhan akhirnya terkabul, meskipun ia tidak memiliki banyak uang atau kemewahan.
Ketika kembali ke desanya, Siti membawa lebih dari sekadar kenangan. Ia membawa ketenangan hati yang baru, semangat baru untuk terus berjuang, dan keyakinan bahwa dengan niat tulus dan usaha yang ikhlas, segala sesuatu mungkin terjadi. Dalam setiap doa, ia kini bisa memanjatkan rasa syukur yang dalam, tidak hanya untuk perjalanan umrahnya, tetapi juga untuk setiap berkah yang diberikan Allah dalam hidupnya.
Laila yang menunggu dengan penuh harap di rumah, menyambutnya dengan pelukan hangat. Siti tersenyum, memandang anaknya, dan berkata, “Kita tidak perlu kaya untuk mendekatkan diri pada Allah, Nak. Yang penting adalah niat dan usaha yang tulus.”
Tamat.
Keberuntungan Marbot Mesjid
Di sebuah desa kecil, tinggal seorang marbot masjid bernama Pak Zainal. Setiap hari, ia membuka pintu masjid, membersihkan ruangan, menyapu halaman, dan memastikan masjid selalu dalam kondisi bersih dan nyaman untuk digunakan. Pak Zainal tak pernah mengeluh meski pekerjaannya terbilang sederhana dan penghasilannya sangat minim. Namun, ia selalu merasa bahagia bisa beribadah dan melayani masjid dengan tulus.
Suatu hari, sebuah kabar gembira datang. Seorang dermawan yang mendengar tentang pengabdian Pak Zainal, merasa tergerak untuk memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih. "Pak Zainal," kata dermawan itu, "saya ingin mengajak Anda untuk berumrah. Semua biaya saya yang tanggung, karena saya percaya Anda layak mendapatkan hadiah ini atas pengabdian Anda kepada masjid."
Pak Zainal terkejut, bahkan merasa tidak pantas. "Saya hanya seorang marbot biasa, tidak ada yang istimewa," jawabnya dengan rendah hati. Tetapi dermawan itu meyakinkan, "Ibadah Anda yang ikhlas lebih berharga dari apa pun. Inilah bentuk penghargaan saya kepada Anda."
Dengan hati yang penuh rasa syukur, Pak Zainal akhirnya menerima tawaran tersebut. Ia pergi berumrah, merasakan kebesaran Allah di Tanah Suci. Di sana, setiap langkahnya terasa penuh berkah, dan ia merasa sangat diberkahi bisa menjalani ibadah yang sangat ia dambakan.
Sesampainya di rumah, Pak Zainal kembali ke tugas sehari-harinya dengan semangat yang lebih besar. Ia tahu bahwa meskipun hidupnya sederhana, dengan niat yang ikhlas dan kerja keras, Allah akan memberikan jalan dan penghargaan-Nya, meskipun tak terduga.
Tamat
KENAPA OLAH RAGAMU SERAJIN ITU?
Berjumpa dengan ka’bah tidaklah berleha dan bermalas dihotel dengan berjuta kenyamanan. Bertemu dengan Baitullah melatih kita untuk memiliki ketahanan fisik sehingga tidak mudah lelah selama di tanah air.
Kok bisa beribadah ke Baitullah raganya harus diolah?
1. Tawaf (Mengelilingi ka’bah)
o Satu putaran sekitar 280-300 meter
o Total 7 putaran 2-2.1 km
2. Sa’I (Shafa ke Marwah)
o Satu perjalanan dari Shafa ke Marwah sekitar 450 meter
o Total 7 kali 3.15 km
3. Wukuf di Arafah (Haji)
o Berjalan menuju tempat wukuf 1-2 km
4. Mina ke Jamarat (Lempar Jumrah)
o Perjalanan dari tenda Mina ke Jamarat bervariasi, rata-rata 3-5 km sekali jalan.
o Pulang-pergi : 6-10 km
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” Al-Hajj : 27
MAMPU TAPI TAK MAU
Punya harta melimpah, namun tak memiliki hati yang terpaut untuk berjumpa dengan Ka’bah. Sebaliknya ada yang meronta ingin ke Baitullah, namun tiada memiliki perbekalan uang. Ada apa dengan orang-orang golongan pertama?
1. Kurang kesadaran
Mereka mungkin belum merasakan urgensi atau kewajiban haji dalam hidup.
2. Khawatir perubahan hidup
Ada yang takut berumrah bahwa akan membawa perubahan besar yang belum siap mereka terima.
3. Mengutamakan urusan duniawi
Beberapa orang lebih fokus atau kebutuhan materi lainnya.
4. Kurang pengetahuan
Tidak menyadari keutamaan dan kewajiban berhaji.
5. Takut tidak diterima amalnya
Sebagian mereka belum cukup baik untuk menjadi tamu Allah.
” (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” Al-Imran : 97